Beban
Bagaimana pun, bila kita berumur
panjang, kita akan menjadi tua dan melemah. Mata kita tidak seawas ketika muda.
Telinga kita uzur dan susah menangkap suara. kita merasa orang-orang di sekitar
kita bersuara pelan saat berbicara dengan kita. Tulang kita keropos, mungkin
pula tubuh kita menjadi bongkok. Belum lagi kita suka dihinggapi berbagai
pikiran dan perasaan ganjil. Kita menduga kereta kencana milik bangsa jin sedang
melintas di depan rumah kita, padahal itu gemerincing lonceng di gerobak
penjual sate keliling belaka. Kita berbicara tiga puluh menit dan baru tahu
bahwa yang kita ajak bicara bukanlah cucu kita, tapi temannya yang kebetulan
singgah.
Usia tua, kata orang adalah usia
dimana sejumlah hal dalam diri kita kembali seperti bayi. Kita lemah, kendur,
dan butuh diantar ke kamar kecil, dipapah ke halaman rumah, atau didengarkan
cerita-cerita tentang petualangan si kupu lincah dan Markis anak gajah.
Ini adalah kondisi yang bertolak
belakang dengan masa muda, yakni saat kita masih perkasa. Ketika tulang belulang
masih mampu menyangga isi tubuh dengan sempurna. Ketika otot-otot kita masih
terjaga keuletannya. Keseimbangan kita baik. Kita melompat ke udara, menyambar
bola voli di bibir net, bergulingan di tanah, meloncat ke dalam kolam renang,
beradu lari dengan seekor kuda, atau apa saja. Yang jelas, semua hal dapat kita
lakukan dengan enteng dan seakan sempurna.
Meskipun begitu, bukan berarti
orang-orang tua ialah mahluk yang tidak bisa jatuh cinta sebagaimana kita yang masih muda. Cinta adalah bunga tak
bermata yang kewangiannya bisa menyambangi siapa saja dan di mana saja. Dan cinta
yang tidak bisa melihat ini tidak perduli apakah ia terbit dari hati seorang
remaja kepada teman seusiannya, ataukah dari belukar 90 tahun kepada anak dara
yang baru berkembang pinggulnya. Cinta tidak memihak, katanya. Bedanya, bila
orang-orang muda jatuh cinta dan mendapatkan pasangan hatinya, ia mungkin tidak
akan menghabiskan seharian waktu bersama kekasihnya untuk duduk-duduk di taman
atau menikmati teh hijau di geladak sebuah kapal pesiar, misalnya.
Ia bisa melakukan lebih banyak
dari itu. Ia bisa saja berpelesir dengan sepeda motor, menghabiskan semalaman
waktu bersama pacar ketiganya di bawah guyuran bintang di puncak gunung yang
indah (tapi gak boleh macam-macam, ya). Berselancar di kuta, snorkeling, nonton
bioskop, dan berakhir pada pelarian intim yang tak terduga; sholat malam dan
saling mendoakan kebaikan bersama. Khazanah cinta orang-orang muda barangkali
lebih luas jangkauannya dibanding yang tua. Sebab, selain ambruknya nafsu dan
gelora asmara, yang tua juga dibatasi oleh fisik dan stamina renta.
Orang-orang tua memang selalu
tidak berdaya dalam urusan fisik. Sedikit angin malam mungkin akan membuat
sesak dadanya. Ia batuk-batuk dan berharap seseorang membungkus badannya dengan
selimut atau memeluknya. Bila ia di meja makan, ia tidak akan makan kecuali
bubur atau nasi liwet yang lembek dan sup yang tidak enak rasanya. Kalau ia
sedang sendirian di rumah karena anak-anaknya yang brengsek (tidak soleh wa
solihah) sedang pergi berdarma wisata, ia akan kelimpungan dan tak hendak
berharap hidup lebih lama (nauzubillah). Dan tidak banyak yang bisa ia kerjakan
untuk menjinakkan kebosanannya. Menata ulang letak benda-benda di kamarnya,
misalnya.
Ia mungkin merasa meja di
kamarnya perlu sedikit geser mendekati ranjangnya. Sebuah foto dinding di atas
daun pintu mungkin sudah waktunya diturunkan. Dan, ia tidak menyukai lagi ada
akuarium di dalam kamarnya. Ia tidak pernah bisa mengerjakan semua itu saat
semua orang di rumahnya sedang pergi berdarma wisata.
Anaknya, katakanlah, lelaki
berumur 40 tahun tentu dapat dengan gampang mengerjakan semua itu untuk
dirinya. Soal menurunkan foto dinding, ia cukup menggeser kursi dan sekali
langkah ia akan bertengger di atasnya. Tangannya tidak akan kesulitan
menjangkau pigura berdebu di sana. Menggeser meja ke dekat ranjang adalah soal
sepele dan ia bisa melakukannya dalam hitungan detik saja. Dan akuarium yang harus
segera meninggalkan kamar? ia dapat mengangkatnya seorangan saja. Bila perlu,
andai orang tuannya meminta, ia bisa membuat atraksi dengan akuarium di
tangannya. Ia bisa memutar-mutarkan akuarium itu dengan satu tangan saja.
Melemparkannya ke udara dan bertepuk tangan sebanyak-banyaknnya sebelum
menangkap kembali akuarium itu atau meletakkan akuarium itu di kepalanya dan membuat
tari-tarian yang indah selama akuarium itu tetap berada di kepalanya. Ya, ya,
itu adalah keajaiban-keajaiban yang tidak dimiliki orang-orang tua.
Tetapi, orang tua itu bukan tanpa
tenaga sama sekali. Ia tentu masih sanggup bila hanya berjalan keliling
kompleks rumahnya tujuh kali. Mengangkut barbel seberat 2,5 kg di tangan kanan
dan 1,5 kg di tangan kirinya. Barbel besi. Barbel yang dibungkus karet biru dan
tampak seperti sepasang laut yang naik turun di kedua tangannya. Barbel yang
bila dijatuhkan dari tangannya akan menimbulkan debam di lantai. Dan, andaikata
barbel itu menimpa seekor semut rang-rang yang tidak sengaja melintas di sana,
maka bukan hanya tidak mampu menyungginya, semut rang-rang tak berdosa itu pun akan
mati seketika. Tubuhnya terurai, terbelah. (La haula wala quwwata illa billah)
Ah, ya, memang tidak ada daya dan
upaya kecuali dengan pertolonganNya. Berat atau ringan suatu perkara memang
bergantung pada siapa yang menghadapinya dan mengapa beban itu didatangkan
kepadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar