Rabu, 04 Februari 2015

Esay Admin



Beban
 
Bagaimana pun, bila kita berumur panjang, kita akan menjadi tua dan melemah. Mata kita tidak seawas ketika muda. Telinga kita uzur dan susah menangkap suara. kita merasa orang-orang di sekitar kita bersuara pelan saat berbicara dengan kita. Tulang kita keropos, mungkin pula tubuh kita menjadi bongkok. Belum lagi kita suka dihinggapi berbagai pikiran dan perasaan ganjil. Kita menduga kereta kencana milik bangsa jin sedang melintas di depan rumah kita, padahal itu gemerincing lonceng di gerobak penjual sate keliling belaka. Kita berbicara tiga puluh menit dan baru tahu bahwa yang kita ajak bicara bukanlah cucu kita, tapi temannya yang kebetulan singgah.

Usia tua, kata orang adalah usia dimana sejumlah hal dalam diri kita kembali seperti bayi. Kita lemah, kendur, dan butuh diantar ke kamar kecil, dipapah ke halaman rumah, atau didengarkan cerita-cerita tentang petualangan si kupu lincah dan Markis anak gajah. 

Ini adalah kondisi yang bertolak belakang dengan masa muda, yakni saat kita masih perkasa. Ketika tulang belulang masih mampu menyangga isi tubuh dengan sempurna. Ketika otot-otot kita masih terjaga keuletannya. Keseimbangan kita baik. Kita melompat ke udara, menyambar bola voli di bibir net, bergulingan di tanah, meloncat ke dalam kolam renang, beradu lari dengan seekor kuda, atau apa saja. Yang jelas, semua hal dapat kita lakukan dengan enteng dan seakan sempurna. 

Meskipun begitu, bukan berarti orang-orang tua ialah mahluk yang tidak bisa jatuh cinta sebagaimana  kita yang masih muda. Cinta adalah bunga tak bermata yang kewangiannya bisa menyambangi siapa saja dan di mana saja. Dan cinta yang tidak bisa melihat ini tidak perduli apakah ia terbit dari hati seorang remaja kepada teman seusiannya, ataukah dari belukar 90 tahun kepada anak dara yang baru berkembang pinggulnya. Cinta tidak memihak, katanya. Bedanya, bila orang-orang muda jatuh cinta dan mendapatkan pasangan hatinya, ia mungkin tidak akan menghabiskan seharian waktu bersama kekasihnya untuk duduk-duduk di taman atau menikmati teh hijau di geladak sebuah kapal pesiar, misalnya. 

Ia bisa melakukan lebih banyak dari itu. Ia bisa saja berpelesir dengan sepeda motor, menghabiskan semalaman waktu bersama pacar ketiganya di bawah guyuran bintang di puncak gunung yang indah (tapi gak boleh macam-macam, ya). Berselancar di kuta, snorkeling, nonton bioskop, dan berakhir pada pelarian intim yang tak terduga; sholat malam dan saling mendoakan kebaikan bersama. Khazanah cinta orang-orang muda barangkali lebih luas jangkauannya dibanding yang tua. Sebab, selain ambruknya nafsu dan gelora asmara, yang tua juga dibatasi oleh fisik dan stamina renta. 

Orang-orang tua memang selalu tidak berdaya dalam urusan fisik. Sedikit angin malam mungkin akan membuat sesak dadanya. Ia batuk-batuk dan berharap seseorang membungkus badannya dengan selimut atau memeluknya. Bila ia di meja makan, ia tidak akan makan kecuali bubur atau nasi liwet yang lembek dan sup yang tidak enak rasanya. Kalau ia sedang sendirian di rumah karena anak-anaknya yang brengsek (tidak soleh wa solihah) sedang pergi berdarma wisata, ia akan kelimpungan dan tak hendak berharap hidup lebih lama (nauzubillah). Dan tidak banyak yang bisa ia kerjakan untuk menjinakkan kebosanannya. Menata ulang letak benda-benda di kamarnya, misalnya.

Ia mungkin merasa meja di kamarnya perlu sedikit geser mendekati ranjangnya. Sebuah foto dinding di atas daun pintu mungkin sudah waktunya diturunkan. Dan, ia tidak menyukai lagi ada akuarium di dalam kamarnya. Ia tidak pernah bisa mengerjakan semua itu saat semua orang di rumahnya sedang pergi berdarma wisata. 

Anaknya, katakanlah, lelaki berumur 40 tahun tentu dapat dengan gampang mengerjakan semua itu untuk dirinya. Soal menurunkan foto dinding, ia cukup menggeser kursi dan sekali langkah ia akan bertengger di atasnya. Tangannya tidak akan kesulitan menjangkau pigura berdebu di sana. Menggeser meja ke dekat ranjang adalah soal sepele dan ia bisa melakukannya dalam hitungan detik saja. Dan akuarium yang harus segera meninggalkan kamar? ia dapat mengangkatnya seorangan saja. Bila perlu, andai orang tuannya meminta, ia bisa membuat atraksi dengan akuarium di tangannya. Ia bisa memutar-mutarkan akuarium itu dengan satu tangan saja. Melemparkannya ke udara dan bertepuk tangan sebanyak-banyaknnya sebelum menangkap kembali akuarium itu atau meletakkan akuarium itu di kepalanya dan membuat tari-tarian yang indah selama akuarium itu tetap berada di kepalanya. Ya, ya, itu adalah keajaiban-keajaiban yang tidak dimiliki orang-orang tua. 

Tetapi, orang tua itu bukan tanpa tenaga sama sekali. Ia tentu masih sanggup bila hanya berjalan keliling kompleks rumahnya tujuh kali. Mengangkut barbel seberat 2,5 kg di tangan kanan dan 1,5 kg di tangan kirinya. Barbel besi. Barbel yang dibungkus karet biru dan tampak seperti sepasang laut yang naik turun di kedua tangannya. Barbel yang bila dijatuhkan dari tangannya akan menimbulkan debam di lantai. Dan, andaikata barbel itu menimpa seekor semut rang-rang yang tidak sengaja melintas di sana, maka bukan hanya tidak mampu menyungginya, semut rang-rang tak berdosa itu pun akan mati seketika. Tubuhnya terurai, terbelah. (La haula wala quwwata illa billah)

Ah, ya, memang tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolonganNya. Berat atau ringan suatu perkara memang bergantung pada siapa yang menghadapinya dan mengapa beban itu didatangkan kepadanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar